JAKARTA (Suara Karya) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan
Reformasi Birokrasi EE Mangindaan mengatakan, sistem politik yang dibangun saat ini belum berhasil menciptakan tatanan kehidupan politik yang sehat.
"Reformasi yang kebablasan telah melahirkan arogansi mayoritas, pengerahan kekuatan massa sebagai alat penekan dan adanya indikasi yang mengarah pada balas dendam politik," kata Mangindaan di Jakarta, akhir pekan lalu. Hal itu disampaikannya pada acara wisuda program sarjana-dan magister Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara (ST1A-LAN), yang dibacakan Sekretaris Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Tasdik Kinan-to.
Di samping itu, dalam sambutannya, Mangindaan juga menilai belum siapnya masyarakat untuk berdemokrasi secara proporsional dan tepat. "Dalam arti siap menang, siap kalah, mau mendengar pendapat orang lain, dan fair play," ujarnya.
Mangindaan jugamengungkapkan bahwasalah satu hal besar yang sangat fundamental yaitu karakter dalam berbangsa dan bernegara telah memudar.
"Karakter yang dijiwai oleh nilai-nilai universal luhur dari Pancasila sebagai warisan budaya bangsa telah memudar dari aktivitas kehidupan kemasya-rakatan," katanya.
Hal itu, tutur dia, tergambar dalam kondisi saat ini dimana masih terjadinya KKN di setiap aspek kehidupan termasuk dalam pemilihan kepala daerah dengan isu kecurangan dan money politic yang telah menimbulkan gejolak di daerah dan tingkat kepercayaan masyarakatmenjadi sangat rendah kepada pemerintah.
Pelayanan Buruk
Ia juga mengakui perilaku pelayanan publik yang masih buruk dijumpai di banyak aspek pelayanan masyarakat. "Sehingga dukungan masyarakat terhadap suksesnya penyelenggaraan pembangunan nasional menjadi hambatan," katanya.
Sementara itu. Kepala LAN Asmawi Rewansyah mengatakan, pascagerakan reformasi tahun 1998 sesungguhnya optimisme dan masa pencerahan untukmemperbaiki carut-marut birokrasi pemerintahan mulai bersemi dan dirasakan oleh masyarakat.
Sayangnya, tutur Asmawi, upaya pembaruan yang dilakukan itu belum fokus pada pembangunan sumber daya manusia aparatur, baik kompetensi, nilai ataupun budaya keija aparatur sepertinya ter-abaikan. Sehingga, penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan menjadi tak terbendung.
Idealnya, ucap Asmawi, pembangunan aparatur negara harus diarahkan pada upaya untuk melakukan pembaharuan terhadap pengetahuan, keterampilan, pengalaman. mindset dan culturnlset.
"Kelembagaan boleh saja berubah, tetapi jika orang yang ada di dalamnya sama saja, dengan sikap dan perilaku yang sama, maka lambat laun sistem tersebut pun akan semakin rusak dengan sendirinya," katanya.
Dalam sambutannya. Asmawi juga menekankan bahwa setiap tindakan aparatur negara seharusnya diletakkan pada prinsip moral dan etika sebagaimana diakui oleh konstitusi dan peraturan-peraturan lainnya serta diterima oleh masyarakat.
"Wajar saja kalau masyarakat menuntut dan mengharapkan perilaku para aparatur negara itu berlandaskan nilai-nilai moral untuk menghindari perilaku koruptif yang begitu subur dan berkembang," ujarnya, im Kaidcni)
Reformasi Birokrasi EE Mangindaan mengatakan, sistem politik yang dibangun saat ini belum berhasil menciptakan tatanan kehidupan politik yang sehat.
"Reformasi yang kebablasan telah melahirkan arogansi mayoritas, pengerahan kekuatan massa sebagai alat penekan dan adanya indikasi yang mengarah pada balas dendam politik," kata Mangindaan di Jakarta, akhir pekan lalu. Hal itu disampaikannya pada acara wisuda program sarjana-dan magister Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara (ST1A-LAN), yang dibacakan Sekretaris Menteri PAN dan Reformasi Birokrasi Tasdik Kinan-to.
Di samping itu, dalam sambutannya, Mangindaan juga menilai belum siapnya masyarakat untuk berdemokrasi secara proporsional dan tepat. "Dalam arti siap menang, siap kalah, mau mendengar pendapat orang lain, dan fair play," ujarnya.
Mangindaan jugamengungkapkan bahwasalah satu hal besar yang sangat fundamental yaitu karakter dalam berbangsa dan bernegara telah memudar.
"Karakter yang dijiwai oleh nilai-nilai universal luhur dari Pancasila sebagai warisan budaya bangsa telah memudar dari aktivitas kehidupan kemasya-rakatan," katanya.
Hal itu, tutur dia, tergambar dalam kondisi saat ini dimana masih terjadinya KKN di setiap aspek kehidupan termasuk dalam pemilihan kepala daerah dengan isu kecurangan dan money politic yang telah menimbulkan gejolak di daerah dan tingkat kepercayaan masyarakatmenjadi sangat rendah kepada pemerintah.
Pelayanan Buruk
Ia juga mengakui perilaku pelayanan publik yang masih buruk dijumpai di banyak aspek pelayanan masyarakat. "Sehingga dukungan masyarakat terhadap suksesnya penyelenggaraan pembangunan nasional menjadi hambatan," katanya.
Sementara itu. Kepala LAN Asmawi Rewansyah mengatakan, pascagerakan reformasi tahun 1998 sesungguhnya optimisme dan masa pencerahan untukmemperbaiki carut-marut birokrasi pemerintahan mulai bersemi dan dirasakan oleh masyarakat.
Sayangnya, tutur Asmawi, upaya pembaruan yang dilakukan itu belum fokus pada pembangunan sumber daya manusia aparatur, baik kompetensi, nilai ataupun budaya keija aparatur sepertinya ter-abaikan. Sehingga, penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan menjadi tak terbendung.
Idealnya, ucap Asmawi, pembangunan aparatur negara harus diarahkan pada upaya untuk melakukan pembaharuan terhadap pengetahuan, keterampilan, pengalaman. mindset dan culturnlset.
"Kelembagaan boleh saja berubah, tetapi jika orang yang ada di dalamnya sama saja, dengan sikap dan perilaku yang sama, maka lambat laun sistem tersebut pun akan semakin rusak dengan sendirinya," katanya.
Dalam sambutannya. Asmawi juga menekankan bahwa setiap tindakan aparatur negara seharusnya diletakkan pada prinsip moral dan etika sebagaimana diakui oleh konstitusi dan peraturan-peraturan lainnya serta diterima oleh masyarakat.
"Wajar saja kalau masyarakat menuntut dan mengharapkan perilaku para aparatur negara itu berlandaskan nilai-nilai moral untuk menghindari perilaku koruptif yang begitu subur dan berkembang," ujarnya, im Kaidcni)