______---Assalamualaikum sahabat ku........Selamat datang di " Kantie Baselo " .........Jika kau memerlukan nikmat dunia, cukuplah Islam sebagai nikmatmu. Jika kau memerlukan keasyikan, cukuplah taat pada Allah sebagai keasyikanmu. Dan jika kau memerlukan pengajaran, cukuplah maut itu sebagai pengajaran bagimu (Ali ibn Abi Thalib), semoga bermanfaat---_______

Sunday, February 24, 2013

MENILAI PEMIMPIN MELALUI LOGIKA BERPIKIR YANG POLITIS

Posted by Dovi Eka Wiranata |

(persiapan untuk pemilu legislative dan mengurangi angka statistic kekecewaan pemilih terhadap yang dipilih)
 
Di era-demokrasi pasca reformasi rakyat indonesia seperti menemukan spirit baru untuk “lebih hidup dalam hidup”, yang mana konsep ini memberi angin segar bagi masyarakat indonesia untuk lebih leluasa menentukan penyuara dan memilih pemimpinnya sendiri (partisipasi dibutuhkan). Namun berbagai problem tentu tidak lepas dari segala hiruk-pikuk kebebasannya. Seperti kekecewaan atas apa yang telah dipilih dari seorang pemilih (diluar maneuver politik caleg-nya). 

Seseorang yang begitu hebat dalam kampanye-nya, sehingga akan memberi power bagi mobilisasi massa-nya dan hal tersebut memang adalah sebuah kewajiban bagi seorang politisi yang akan berlaga baik dilegislatif ataupun pemilihan kepala daerah (pilkada) , memang hal ini dapat dibenarkan dari kaca mata politisnya ( marketing politik ).

Untuk menyikapi atau setidaknya menurunkan angka statistic kekecewaan masyarakat atas pemimpin-nya maka masyarakat harus mampu bersaing dengan perkembangan konsep yang telah ada. Yang dimaksud dengan “mampu bersaing” disini adalah masyarakat harus mempunyai modal pengetahuan yang cukup sehingga itu yang akan menjadi rujukan dalam memilih dan memilah siapa orang yang akan menjadi penyuara atau pemimpinnya nanti.

Selain itu, beberapa cara bagaimana kita sebagai pemilih dapat menentukan sikap dalam menilai calon pemimpin tersebut. Salah satunya adalah seorang pemimpin haruslah merupakan orang benar dan bermoral. Namun tingkat kebenaran itu sesungguhnya bersifat subjektif dan relative, sehingga banyak kasus yang kita temui adanya seorang
pemimpin yang layak dari segi moral namun salah dari segi kebenaran, atau sebaliknya.

Ada sebuah cerita dari seorang “plato” yang mana dia menanyakan apa itu kebenaran?, dalam waktu belakangan yang cukup lama “bradley” seolah ingin menjawab pertanyaan tersebut, dia mengatakan bahwa kebenaran itu adalah kenyataan. Tapi pernyataan bradley tersebut terbantahkan oleh realita, yang mana tidak semua yang nyata itu benar, dapat saya beri contoh seperti, seseorang yang berusaha untuk menolong para biadab yahudi (dan antek) dari segala konsep sekulernya dengan berbagai nilai yang bertantangan dengan keyakinannya, apakah ini dapat dikatakan sebagai kenyataan ? Iya…namun ini bukan merupakan suatu kebenaran jika dilihat dari kajian moral (spiritualitas-nya). Kemudian, seorang murid langsung dari plato yakni “aristoteles” mengatakan bahwa kebenaran itu adalah sesuatu yang bersifat subjektif, lalu menjadi sesuatu yang relative untuk kemudian menjadi kebenaran mutlak.
Saya ingin katakan bahwa kebenaran itu adalah suatu pengetahuan/ilmu dan ilmu itu tidak bebas nilai seperti yang dikatakan banyak kaum “para topeng yang kebaratan”, karena nilai merupakan gagasan yang indah dan baik oleh sebab itu antara logika dan etika haruslah berdialektika. Hanya kaum sekulerlah yang mengatakn bahwa ilmu itu bebas nilai.

Kemudian kebenaran adalah sesuatu yang bermoral, dan juga punya seni keindahan atau dengan kata lain bahwa seorang pemimpin harus merupakan orang yang mampu menyatukan antara logika (pengetahuan), etika (moral) dan estetika (keindahan). Jika tidak demikian maka seorang pemimpin yang sekuler akan menjadi seorang penguasa yang “ketiranian”.

Dari berbagai literature, maka menurut saya ada beberapa hal yang dapat kita kaji dari menilai seorang calon pemimpin melalui logika berfikirnya. Yakni :

Sejauh mana pengetahuannya ?
Sejauh mana dia mengetahui daerah “kenegaraannya” ?
_________________________________________________

Sejauh mana pengetahuannya?

1. Seorang politisi yang tahu ditahunya.
…seorang politisi yang mengerti dan tahu apa yang akan dia lakukan dalam kepemimpinannya dan dia dapat mengukur sejauh mana kemampuan/pengetahuannya dalam mengatur masyarakatnya.
2. Seorang politisi yang tidak tahu ditahunya.
…seorang politisi yang sadar atas ketidaktahuannya, dengan demikian dia akan belajar agar selanjutnya ia menjadi tahu.
3. Seorang politisi yang tidak tahu ditahunya.
…seorang politisi yang sebenarnya ia tahu akan kelebihan dan kemampuan pengetahuannya namun yang bersangkutan biasanya tidak percaya diri dalam mempromosikan “dagangannya”
4. Seorang politisi yang tidak tahu ditidak tahunya.
…seorang politisi yang tidak sadar bahwa dia sebenarnya tidak tahu apa-apa lalu yang bersangkutan nekad dan sombong dengan ketidaktahuannya.

Sejauh mana pengetahuan tentang wilayah “kenegaraannya” ?

1. Seorang politisi yang tahu dan orang lain (rakyat) pun tahu.
…pengetahuan politisi tentang sesuatu yang bukan menjadi rahasia umum, misalnya tentang peraturan dan uu.
2. Seorang politisi yang tahu tetapi orang lain tidak tahu.
…seorang politisi yang dengan sengaja menyimpan dan merahasiakan apa yang dia tak ingin orang lain tahu. Seperti : aib
3. Seorang politisi yang tidak tahu tapi orang lain tahu.
...politisi yang terlena ketika sedang mabuk kekuasaan, sedang lupa, “telerrr” sehingga orang lain (rakyat) dengan leluasa menilai sedangkan dia tidak mengetahui apa-apa.

Dengan demikian, kita dapat memahami bagaimana logika berfikir seorang politisi dan mudah-mudahan kita bukan lagi menjadi pemilih dengan beribu penyesalan atas pembodohan.Aamin…

Padang, 21 February 2013
Penulis
_____________________________
Dovi eka wiranata
Political science of andalas university
 
 
 

Our Partners

Website Hit Counter
Free Hit Counter A4GUY826KBGS